Sistem pemerintahan parlementer adalah salah satu bentuk pemerintahan yang sering diterapkan di berbagai negara, terutama di Eropa dan Asia. Sistem ini menekankan pada hubungan erat antara eksekutif dan legislatif, di mana keduanya bekerja secara harmonis untuk menjalankan fungsi pemerintahan. Artikel ini akan membahas pengertian, karakteristik, kelebihan, kekurangan, dan contoh negara yang menggunakan sistem pemerintahan parlementer.
Pengertian Sistem Pemerintahan Parlementer
Sistem pemerintahan parlementer adalah sistem politik di mana pemerintah (eksekutif) berasal dari parlemen (legislatif) dan bertanggung jawab langsung kepadanya. Dalam sistem ini, kepala negara dan kepala pemerintahan memiliki peran yang terpisah. Kepala negara, seperti presiden atau raja, lebih berperan sebagai simbol negara, sementara kepala pemerintahan, seperti perdana menteri, memimpin kabinet dan menjalankan roda pemerintahan sehari-hari.
Sistem parlementer menempatkan kekuasaan legislatif sebagai pusat pengambilan keputusan utama, sementara eksekutif bertugas melaksanakan kebijakan yang disetujui parlemen.
Ciri-Ciri Sistem Pemerintahan Parlementer
Berikut adalah ciri-ciri utama sistem pemerintahan parlementer:
1. Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan Terpisah
Dalam sistem parlementer, kepala negara dan kepala pemerintahan adalah dua entitas yang berbeda.
- Kepala negara: Berfungsi sebagai simbol kedaulatan negara dan pemersatu bangsa. Contohnya adalah raja di Inggris atau presiden seremonial di Jerman.
- Kepala pemerintahan: Biasanya dijabat oleh perdana menteri yang bertugas memimpin kabinet dan mengelola pemerintahan sehari-hari.
2. Eksekutif Bertanggung Jawab kepada Parlemen
Pemerintah bertanggung jawab kepada parlemen, bukan langsung kepada rakyat. Kabinet atau menteri-menteri dalam sistem ini harus mempertanggungjawabkan kebijakan dan tindakan mereka kepada parlemen. Jika parlemen tidak puas, mereka dapat mengajukan mosi tidak percaya yang dapat menyebabkan pembubaran kabinet.
3. Kabinet Dibentuk oleh Parlemen
Anggota kabinet, termasuk perdana menteri, biasanya berasal dari partai atau koalisi partai yang memiliki mayoritas di parlemen. Ini memastikan bahwa eksekutif memiliki dukungan legislatif yang kuat.
4. Mekanisme Mosi Tidak Percaya
Parlemen memiliki kewenangan untuk mengajukan mosi tidak percaya kepada perdana menteri atau kabinet. Jika mosi ini disetujui oleh mayoritas anggota parlemen, perdana menteri dan kabinet harus mengundurkan diri atau meminta kepala negara untuk membubarkan parlemen dan mengadakan pemilu baru.
5. Kepala Negara Bersifat Seremonial
Dalam sistem parlementer, kepala negara tidak memiliki kekuasaan eksekutif yang nyata. Perannya lebih bersifat simbolis dan protokoler, seperti meresmikan undang-undang atau menerima duta besar dari negara lain.
6. Koalisi Partai yang Fleksibel
Jika tidak ada partai yang memenangkan mayoritas kursi di parlemen, partai-partai biasanya membentuk koalisi untuk menciptakan pemerintahan yang stabil. Hal ini sering terjadi di negara-negara dengan sistem multipartai.
7. Pemilu Fleksibel
Pemilu dalam sistem parlementer tidak memiliki jadwal tetap seperti dalam sistem presidensial. Pemilu dapat diadakan kapan saja jika parlemen dibubarkan, baik oleh kepala negara atas saran perdana menteri, maupun akibat mosi tidak percaya.
8. Dominasi Legislatif
Parlemen memiliki kekuasaan yang besar dalam mengontrol jalannya pemerintahan. Undang-undang dan kebijakan negara harus mendapat persetujuan parlemen sebelum diimplementasikan.
9. Kesatuan Kekuasaan
Tidak seperti sistem presidensial yang memisahkan kekuasaan secara tegas, sistem parlementer cenderung menyatukan kekuasaan antara legislatif dan eksekutif. Perdana menteri biasanya adalah anggota parlemen aktif yang memimpin eksekutif.
Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer
Sistem parlementer memiliki sejumlah kelebihan, di antaranya:
- Efisiensi dalam Pengambilan Keputusan
Karena eksekutif dan legislatif bekerja secara terpadu, proses pengambilan keputusan menjadi lebih cepat dan efisien. - Kontrol yang Ketat terhadap Eksekutif
Parlemen memiliki kewenangan untuk mengawasi dan mengendalikan pemerintah, sehingga mencegah penyalahgunaan kekuasaan. - Pemerintahan yang Lebih Fleksibel
Jika kabinet gagal menjalankan tugasnya dengan baik, parlemen dapat membubarkannya dan membentuk kabinet baru tanpa harus menunggu masa jabatan selesai. - Responsif terhadap Aspirasi Rakyat
Karena kabinet berasal dari parlemen yang dipilih oleh rakyat, kebijakan pemerintah cenderung lebih mencerminkan keinginan masyarakat. - Stabilitas Politik dalam Sistem Dua Partai
Di negara dengan sistem dua partai, sistem parlementer cenderung menghasilkan pemerintahan yang stabil karena satu partai sering kali memiliki mayoritas.
Kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer
Namun, sistem ini juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain:
- Ketergantungan Eksekutif pada Parlemen
Pemerintah sangat bergantung pada dukungan parlemen, sehingga sulit bagi kabinet untuk menjalankan kebijakan jika dukungan tersebut lemah. - Risiko Ketidakstabilan Politik
Jika tidak ada partai yang memiliki mayoritas di parlemen, pembentukan koalisi bisa menjadi rumit dan rawan konflik, yang berujung pada ketidakstabilan politik. - Pemilu yang Tidak Pasti
Pemilu yang fleksibel dapat menyebabkan ketidakpastian politik dan ekonomi karena masyarakat tidak tahu kapan pemilu akan diadakan. - Dominasi Partai Mayoritas
Partai mayoritas atau koalisi dapat mendominasi parlemen dan pemerintah, yang berpotensi menekan suara oposisi. - Kurangnya Pemisahan Kekuasaan yang Tegas
Karena perdana menteri adalah bagian dari parlemen, ada risiko konflik kepentingan antara legislatif dan eksekutif.
Contoh Negara dengan Sistem Pemerintahan Parlementer
Beberapa negara yang menggunakan sistem pemerintahan parlementer adalah:
- Inggris: Sistem parlementer di Inggris dipimpin oleh perdana menteri, dengan raja sebagai kepala negara seremonial.
- India: Sebagai negara demokrasi terbesar di dunia, India juga menggunakan sistem parlementer dengan presiden sebagai kepala negara dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan.
- Australia: Sistem parlementer Australia menggabungkan model Inggris dengan elemen federalisme.
- Jerman: Meskipun memiliki sistem federal, Jerman menganut prinsip parlementer di mana kanselir menjadi kepala pemerintahan.
Kesimpulan
Sistem pemerintahan parlementer adalah sistem yang menekankan pada hubungan erat antara eksekutif dan legislatif. Ciri-ciri utamanya meliputi pemisahan peran kepala negara dan kepala pemerintahan, tanggung jawab eksekutif kepada parlemen, serta fleksibilitas dalam pembentukan kabinet.
Sistem ini memiliki kelebihan dalam efisiensi pengambilan keputusan dan pengawasan yang ketat terhadap pemerintah, tetapi juga menghadapi tantangan seperti risiko ketidakstabilan politik dan dominasi partai mayoritas.
Dengan memahami karakteristik sistem parlementer, masyarakat dapat lebih memahami dinamika politik di negara-negara yang mengadopsi sistem ini. Hal ini juga dapat menjadi pelajaran bagi bangsa lain untuk menciptakan pemerintahan yang efektif, demokratis, dan responsif terhadap kebutuhan rakyat.