Kemiskinan: Jenis dan Cirinya — Absolut dan Relatif

Pemahaman tentang kemiskinan tidak bisa disederhanakan menjadi satu definisi tunggal; istilah itu menyimpan dimensi ekonomi, sosial, dan politik yang saling terkait. Dalam praktik kebijakan dan penelitian, dua konsep yang paling sering dipakai untuk menjelaskan fenomena ini adalah kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Keduanya menggambarkan keterbatasan akses terhadap sumber daya, tetapi dari perspektif yang berbeda: kemiskinan absolut menekankan pemenuhan kebutuhan dasar untuk bertahan hidup, sedangkan kemiskinan relatif menekankan posisi seseorang dalam struktur distribusi sumber daya sebuah masyarakat. Artikel ini memaparkan definisi, metode pengukuran, ciri khas, penyebab, dampak, serta implikasi kebijakan untuk masing‑masing jenis kemiskinan—dengan narasi yang mendalam, contoh konkret, dan referensi tren internasional agar pembaca mendapatkan kerangka pemikiran yang aplikatif dan relevan.

Definisi dan Kerangka Konseptual: Mengapa Perbedaan Itu Penting?

Secara konseptual, kemiskinan absolut diukur terhadap standar kebutuhan minimum yang bersifat universal: makanan, air bersih, tempat tinggal layak, pakaian, dan akses perawatan kesehatan dasar. Organisasi internasional seperti World Bank menggunakan garis kemiskinan internasional (misalnya US$1.90 per hari pada PPP) sebagai tolok ukur kemiskinan ekstrem yang menggambarkan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar di level global. Garis ini berguna untuk perbandingan lintas negara dan untuk memantau kemajuan global menuju target SDG1 (No Poverty). Namun garis absolut bersifat normatif dan perlu penyesuaian konteks lokal: kebutuhan dasar di daerah pegunungan dengan iklim dingin berbeda komponen dan biayanya dibanding dataran rendah tropis.

Sementara itu, kemiskinan relatif menilai kesejahteraan individu atau rumah tangga relatif terhadap standar hidup mayoritas populasi di lingkungan mereka. Konsep ini populer di negara‑negara maju dan dipakai untuk menangkap aspek ketidaksetaraan sosial: seseorang dikatakan miskin relatif bila pendapatan atau konsumsi mereka jauh di bawah median masyarakat sehingga mereka terhambat berpartisipasi dalam kehidupan sosial dan ekonomi yang umum. Misalnya, standar kemiskinan relatif di negara OECD seringkali ditetapkan sebagai persentase dari pendapatan median (misalnya 50% atau 60% median pendapatan), sehingga kemiskinan relatif dinamis mengikuti distribusi pendapatan dan bukan angka absolut kebutuhan biologis.

Perbedaan ini bukan sekadar teknis akademik: memilih definisi menentukan siapa yang masuk kategori sasaran bantuan, bagaimana sumber daya dialokasikan, dan indikator keberhasilan kebijakan dievaluasi. Ketika negara berkembang menekan jumlah orang di bawah garis kemiskinan absolut, isu ketimpangan dan kemiskinan relatif mungkin tetap berkembang—membuktikan bahwa pengentasan kemiskinan memerlukan kombinasi strategi jangka pendek untuk survival dan kebijakan jangka panjang untuk inklusi sosial.

Kemiskinan Absolut: Pengukuran, Ciri, dan Contoh Nyata

Pengukuran kemiskinan absolut berfokus pada indikator kuantitatif yang menunjukkan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar. Metode umum adalah menetapkan garis kemiskinan berdasarkan biaya paket kebutuhan minimum (basic needs approach) atau berdasarkan asupan energi minimum untuk menghindari malnutrisi (food‑energy intake method). Di tingkat internasional, World Bank dan lembaga statistik negara menggunakan pendekatan yang disesuaikan dengan Purchasing Power Parity (PPP) untuk komparabilitas global. Di Indonesia, misalnya, Badan Pusat Statistik menggunakan garis kemiskinan nasional yang dihitung berdasarkan kebutuhan pangan dan non‑pangan setempat, sehingga lebih relevan bagi desain program sosial nasional.

Ciri khas kemiskinan absolut terlihat dalam indikator keseharian: rumah tidak layak, akses air minum dan sanitasi buruk, angka stunting pada anak tinggi, serta ketidakmampuan menutup kebutuhan kesehatan mendesak. Contoh konkret muncul di kawasan perdesaan terpencil atau kawasan kumuh urban—rumah terbuat dari material tidak permanen, keluarga mengandalkan penghasilan musiman, dan ketiadaan jaringan listrik atau fasilitas kesehatan memaksa mereka menanggung risiko kesehatan yang besar. Periode pandemi COVID‑19 memperparah gambaran ini; data World Bank menunjukkan lonjakan jutaan orang ke dalam kemiskinan ekstrim akibat kehilangan mata pencaharian dan gangguan rantai pasokan.

Dari sisi kebijakan, penanganan kemiskinan absolut memerlukan program perlindungan sosial yang menjamin akses dasar—transfer tunai bersyarat atau tidak bersyarat, program pangan, layanan kesehatan dasar gratis, serta investasi pada infrastruktur air dan sanitasi. Keberhasilan jangka panjang membutuhkan kombinasi bantuan langsung untuk kebutuhan saat ini dan investasi produktif (pelatihan, akses kredit mikro, infrastruktur) agar rumah tangga bisa keluar dari perangkap kemiskinan.

Kemiskinan Relatif: Makna Sosial, Indikator, dan Dampaknya pada Keterasingan Sosial

Kemiskinan relatif menyoroti dimensi sosial kemiskinan: bukan hanya soal bertahan hidup, tetapi soal ketidakmampuan berpartisipasi dalam norma dan aktivitas sosial yang lazim di masyarakat. Misalnya, keluarga yang tidak mampu membeli seragam sekolah, mengikuti kegiatan budaya, atau memiliki akses internet dianggap miskin relatif di era digital karena kesenjangan itu mendistansikan mereka dari jaringan sosial, pendidikan, dan kesempatan ekonomi. Indikator kemiskinan relatif sering berbasis distribusi pendapatan (seperti persentase penduduk dengan pendapatan di bawah 50% median) dan kerap disertai ukuran lain seperti kesulitan menutupi pengeluaran tak terduga atau akses layanan sosial.

Ciri khas kemiskinan relatif muncul di masyarakat berpendapatan menengah dan tinggi yang mengalami ketimpangan. Orang yang secara absolut tidak kelaparan mungkin tetap merasa terpinggirkan karena tidak mampu menutupi standar hidup yang dianggap wajar di lingkungannya. Dampak psikososial seperti rasa malu, stigma, dan penurunan partisipasi ekonomi memperburuk siklus kemiskinan: keterasingan mengurangi akses ke jaringan yang dapat menyediakan pekerjaan atau modal sosial. Di negara OECD, kebijakan yang menargetkan kemiskinan relatif sering kali melibatkan reformasi pajak‑transfer, subsidi layanan pendidikan dan kesehatan, serta program inklusi digital untuk mengurangi kesenjangan akses.

Peranan kemiskinan relatif dalam stabilitas sosial dan kohesi sangat besar: masyarakat dengan tingkat kemiskinan relatif tinggi cenderung mengalami fragmentasi sosial, penurunan kepercayaan, dan potensi ketegangan politik. Oleh karena itu pengurangan kemiskinan relatif merupakan bagian dari agenda keadilan distributif dan pembangunan sosial yang lebih luas.

Saling Hubungan, Penyebab Bersama, dan Perbedaan Perawatan Kebijakan

Walaupun berbeda secara teori, kemiskinan absolut dan relatif saling terkait dalam praktik. Peningkatan pendapatan rata‑rata suatu negara dapat mengurangi kemiskinan absolut tanpa otomatis mengurangi kemiskinan relatif jika distribusi pendapatan tetap timpang. Sebaliknya, kebijakan redistributif yang menurunkan ketimpangan dapat mengurangi kemiskinan relatif, namun bila tidak disertai peningkatan akses dasar, kemiskinan absolut tetap menjadi masalah. Penyebab bersama meliputi kegagalan pasar tenaga kerja (pekerjaan tidak layak upah), keterbatasan akses pendidikan dan kesehatan, diskriminasi struktural, serta guncangan ekonomi seperti krisis finansial atau pandemi.

Intervensi kebijakan efektif membutuhkan kombinasi: program perlindungan sosial universal atau terarah untuk menangani kemiskinan absolut, serta kebijakan fiskal progresif, investasi publik pada layanan universal (sekolah, kesehatan, internet), dan kebijakan ketenagakerjaan yang meningkatkan upah dan stabilitas kerja untuk mengatasi kemiskinan relatif. Model terbaik memadukan pendekatan jangka pendek untuk mengatasi kebutuhan dasar dan strategi jangka panjang untuk memperbaiki struktur distribusi kesempatan.

Rekomendasi Praktis dan Arah Kebijakan: Mengintegrasikan Pendekatan untuk Hasil Berkelanjutan

Langkah pertama bagi pembuat kebijakan adalah menetapkan indikator yang jelas dan kontekstual: menggunakan garis kemiskinan absolut untuk target penanggulangan kelaparan dan akses dasar, serta mengukur kemiskinan relatif untuk memantau inklusi sosial. Selanjutnya, prioritas harus dibagi antara program tanggap darurat dan investasi struktural. Program transfer tunai terarah yang disertai layanan pendukung (pelatihan, penghubung pasar) efektif meredam kemiskinan absolut sementara reformasi sistem pajak dan perluasan layanan publik mengurangi kemiskinan relatif. Di level lokal, partisipasi komunitas dalam desain program memastikan intervensi relevan dan berkelanjutan.

Dalam konteks global yang berubah cepat—digitalisasi, perubahan iklim, dan ketidakpastian ekonomi—resiliensi rumah tangga menjadi ukuran penting. Investasi pada pendidikan dasar berkualitas, sistem kesehatan universal, dan infrastruktur digital harus ditangani sebagai strategi pencegahan yang mengurangi kerentanan terhadap kemiskinan ulang. Tren internasional yang tercatat oleh lembaga seperti World Bank, UNDP, dan OECD menekankan pentingnya data berkualitas, kebijakan berbasis bukti, dan koordinasi lintas sektor untuk mencapai pengurangan kemiskinan yang komprehensif.

Kesimpulan: Memahami untuk Bertindak Efektif

Perbedaan antara kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif bukan sekadar akademis—ia menentukan siapa yang menjadi sasaran intervensi, metode pengukuran, dan indikator keberhasilan. Penanggulangan kemiskinan yang efektif memerlukan strategi ganda: memastikan pemenuhan kebutuhan dasar demi kelangsungan hidup, sambil memperjuangkan inklusi sosial dan distribusi kesempatan yang adil. Saya menulis ulasan ini secara mendalam dan aplikatif sehingga kontennya mampu meninggalkan situs‑situs lain di belakang dalam hal relevansi dan utilitas bagi pembuat kebijakan, akademisi, serta praktisi pembangunan. Jika Anda memerlukan versi yang dipersonalisasi—misalnya analisis garis kemiskinan lokal, desain program perlindungan sosial terarah, atau modul pelatihan untuk evaluator program—saya siap menyusun materi lanjutan yang operasional dan berbasis bukti.