Indonesia adalah negeri yang kaya akan warisan sejarah dari berbagai peradaban dan agama yang pernah berkembang. Di antara yang paling menonjol adalah peninggalan sejarah dari tiga agama besar: Islam, Hindu, dan Buddha. Masing-masing meninggalkan jejak berupa bangunan, karya seni, naskah kuno, dan tradisi budaya yang hingga kini masih bisa disaksikan, dirasakan, bahkan menjadi bagian dari identitas nasional.
Peninggalan-peninggalan ini bukan sekadar simbol keagamaan, melainkan juga bukti dari kecanggihan teknologi masa lalu, kejayaan politik, kekayaan seni, dan pemikiran filosofis masyarakat masa itu. Artikel ini akan membahas peninggalan sejarah dari ketiga agama tersebut, lengkap dengan contoh ilustratif agar pembaca bisa membayangkan langsung kekayaan warisan leluhur Indonesia.
Peninggalan Sejarah Agama Hindu: Megahnya Candi dan Kearifan Lokal
Agama Hindu diperkirakan masuk ke Indonesia sejak abad ke-4 Masehi melalui jalur perdagangan dan pengaruh kebudayaan India. Pengaruh ini sangat kuat terutama di Pulau Jawa dan Bali. Kerajaan-kerajaan besar seperti Kutai, Tarumanegara, dan Mataram Kuno menjadi pelopor penyebaran Hindu di Nusantara.
Contoh Ilustratif:
Salah satu peninggalan paling monumental adalah Candi Prambanan yang terletak di perbatasan Yogyakarta dan Jawa Tengah. Candi ini dibangun oleh Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya sekitar abad ke-9. Candi utama didedikasikan untuk Trimurti: Brahma (pencipta), Wisnu (pemelihara), dan Siwa (perusak). Arsitekturnya tinggi menjulang dengan relief yang menceritakan kisah Ramayana di sepanjang dindingnya.
Bayangkan pada masa itu, ribuan pekerja, pemahat batu, dan pemuka agama bersatu dalam proyek kolosal ini. Mereka tidak menggunakan alat berat modern, namun hasilnya tetap megah dan presisi hingga kini. Candi Prambanan adalah simbol keagungan dan kejayaan Hindu yang sangat kuat dalam sejarah Indonesia.
Selain candi, peninggalan lainnya adalah prasasti-prasasti berbahasa Sanskerta yang ditemukan di berbagai daerah, seperti Prasasti Mulawarman di Kalimantan Timur dan Prasasti Ciaruteun di Bogor, yang mencerminkan kehidupan keagamaan dan pemerintahan berbasis Hindu.
Peninggalan Sejarah Agama Buddha: Kedamaian yang Terpahat di Batu
Agama Buddha masuk ke Indonesia tak lama setelah Hindu, sekitar abad ke-5 Masehi. Pengaruh Buddha mencapai puncaknya pada masa Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Mataram Kuno. Berbeda dengan Hindu yang lebih banyak menonjolkan dewa-dewa, Buddha lebih fokus pada pencerahan batin, welas asih, dan kedamaian spiritual.
Contoh Ilustratif:
Simbol paling terkenal dari kejayaan Buddha di Indonesia adalah Candi Borobudur, terletak di Magelang, Jawa Tengah. Candi ini merupakan monumen Buddha terbesar di dunia dan dibangun pada abad ke-8 oleh Dinasti Syailendra. Bentuknya menyerupai mandala raksasa dengan susunan bertingkat dari dasar hingga puncak yang menggambarkan perjalanan spiritual manusia dari dunia penuh nafsu menuju pencerahan.
Setiap relief di dinding Borobudur bercerita—ada yang menggambarkan kehidupan Siddhartha Gautama sebelum menjadi Buddha, ada pula yang menggambarkan nilai moral seperti kebaikan, kejujuran, dan belas kasih. Di puncaknya, terdapat stupa besar dikelilingi stupa-stupa kecil yang menyimpan patung Buddha, menunjukkan simbol pencapaian spiritual tertinggi.
Selain Borobudur, peninggalan Buddha lainnya adalah Candi Mendut dan Candi Pawon, yang membentuk satu garis lurus dengan Borobudur, mencerminkan penataan arsitektur sakral yang luar biasa presisi dan filosofis.
Peninggalan Sejarah Agama Islam: Masjid, Naskah, dan Tradisi Keilmuan
Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13 M, pertama kali berkembang pesat di wilayah pesisir seperti Aceh, Sumatera Barat, dan Jawa. Penyebarannya dilakukan secara damai melalui perdagangan, dakwah, dan pernikahan, serta ditopang oleh kerajaan-kerajaan Islam seperti Samudera Pasai, Demak, dan Mataram Islam.
Contoh Ilustratif:
Salah satu peninggalan sejarah Islam yang masih digunakan hingga kini adalah Masjid Agung Demak. Dibangun pada abad ke-15 oleh Raden Patah dan para Wali Songo, masjid ini mencerminkan perpaduan arsitektur tradisional Jawa dengan nilai-nilai Islam. Atapnya berbentuk tumpang tiga sebagai simbol iman, Islam, dan ihsan. Tiang-tiang utama masjid dikenal sebagai “soko guru”, yang konon salah satunya dibuat dari serpihan kayu yang disatukan secara ajaib.
Bayangkan saat itu, dakwah Islam dilakukan di serambi masjid dengan pendekatan budaya lokal—menggunakan gamelan, wayang, dan bahasa yang santun. Masjid bukan hanya tempat ibadah, tapi juga pusat pendidikan, musyawarah, dan pengembangan masyarakat.
Selain masjid, peninggalan penting lainnya adalah naskah-naskah kuno beraksara Arab Pegon, seperti Kitab Serat Centhini atau hikayat-hikayat Islam dari Kesultanan Aceh. Naskah-naskah ini ditulis tangan dan membahas hukum Islam, tafsir, tasawuf, hingga ilmu falak. Peninggalan ini menunjukkan betapa Islam membawa tradisi keilmuan yang sangat kuat di Nusantara.
Integrasi Budaya dan Keberlanjutan Warisan
Yang menarik dari ketiga agama ini adalah bagaimana nilai dan peninggalannya tidak saling meniadakan, melainkan membentuk mozaik budaya yang harmonis. Di berbagai tempat di Indonesia, kita bisa menemukan masjid, candi, dan pura berdiri berdampingan—mewakili keberagaman dan toleransi yang telah ada sejak ratusan tahun lalu.
Contoh Ilustratif:
Di Bali, yang mayoritas Hindu, masih bisa dijumpai tradisi “ngaben” (pembakaran jenazah) yang merupakan warisan Hindu kuno. Sementara di Yogyakarta, Candi Prambanan dan Borobudur berdiri tidak jauh dari Masjid Syuhada dan Kraton Ngayogyakarta, tempat raja-raja Islam mengatur pemerintahan dengan nilai-nilai yang juga berakar pada kearifan Hindu-Buddha sebelumnya.
Kesimpulan
Peninggalan sejarah dari agama Islam, Hindu, dan Buddha di Indonesia tidak hanya menjadi saksi bisu masa lalu, tapi juga penopang jati diri bangsa. Melalui candi, masjid, prasasti, dan manuskrip, kita bisa belajar tentang keagungan spiritual, intelektual, dan estetika nenek moyang kita.
Mengenal dan melestarikan warisan ini bukan hanya tugas arkeolog atau sejarawan, tetapi kewajiban semua warga negara yang mencintai negerinya. Karena dari sanalah kita belajar tentang keberagaman, toleransi, dan nilai-nilai luhur yang membentuk Indonesia hari ini. Warisan itu bukan hanya masa lalu yang diam, tapi juga energi moral untuk membangun masa depan yang lebih bijak dan beradab.