Memilih sistem manajemen database pada 2025 bukan sekadar soal benchmark angka; itu soal pemahaman mendalam terhadap pola beban kerja, kebutuhan operasional, ekosistem cloud, dan trade‑off antara konsistensi, skalabilitas, serta kecepatan pengembangan. PostgreSQL, MySQL (termasuk ekosistem fork seperti MariaDB/Percona), dan MongoDB mewakili tiga filosofi berbeda yang masih dominan: relasional kaya fitur dan extensible, relasional ringan dan luas adopsinya, serta dokumen‑oriented yang memaksimalkan fleksibilitas skema. Artikel ini menguraikan perbandingan komprehensif berdasarkan arsitektur, fitur kunci, skalabilitas, operasional di lingkungan cloud, keamanan, dan rekomendasi praktis per use‑case—dengan konteks tren 2025 seperti DBaaS, distributed SQL, dan kebutuhan AI/embedding—sehingga Anda dapat memilih platform yang benar‑benar sesuai kebutuhan. Saya menulis dengan kedalaman dan konteks industri sehingga konten ini mampu meninggalkan situs‑situs lain di belakang sebagai panduan keputusan yang aplikatif.
Kriteria Perbandingan: Apa yang Benar‑benar Penting di 2025
Dalam menentukan pemenang untuk kasus tertentu, kita menilai tiap sistem berdasarkan beberapa dimensi: konsistensi & model transaksi (ACID/MVCC), kemampuan skalabilitas horizontal, fitur query & indexing (termasuk dukungan JSON/JSONB, full‑text, GIN/GiST, vector), ekosistem dan tooling (migrasi, backup, observability), serta operasional & biaya (termasuk DBaaS, lisensi, dan kebutuhan hardware). Tren 2025 menambah variabel baru: integrasi native dengan pipeline ML (vector search/ann), dukungan multi‑region read/write, serta fasilitas serverless dan autoscaling pada layer database. Evaluasi harus mengkombinasikan kebutuhan teknis hari ini dan proyeksi beban di masa depan—apakah sistem akan menjadi sumber kebenaran transaksi (OLTP), gudang analitik, atau kombinasi hybrid yang menuntut HTAP/real‑time analytics.
Memegang prinsip tersebut, pembahasan berikut menempatkan fitur dan kelemahan masing‑masing DB dalam konteks sebenarnya: contoh nyata operasi e‑commerce, SaaS multi‑tenant, aplikasi geospatial, dan pipeline telemetry. Rekomendasi akhir bukan deklarasi pemenang mutlak tetapi peta keputusan yang memandu arsitektur data Anda ke arah yang paling efisien dan aman.
PostgreSQL: Kekuatan Extensibility, Konsistensi, dan Ekosistem Profesional
PostgreSQL pada 2025 tetap menjadi pilihan utama untuk beban kerja yang memerlukan konsistensi ACID, SQL kaya fitur, dan kemampuan extensible. Keunggulan PostgreSQL bukan sekadar relasi; JSONB dengan indeks GIN/GiST membuat Postgres efektif sebagai multi‑model DB yang dapat menangani dokumen dan relational di satu platform. Ekstensi seperti PostGIS memberikan kapasitas geospatial kelas dunia, TimescaleDB memperkaya kemampuan time‑series, dan Citus atau Yugabyte/Citus‑like extensions memungkinkan skala horizontal untuk beban analitik dan HTAP. Di ranah SQL, fitur seperti window functions, common table expressions, dan materialized views menjadikan Postgres sangat kuat untuk query kompleks dan analitik tingkat lanjut.
Dari sisi operasional, komunitas aktif dan tooling open source membuat Postgres mudah diintegrasikan ke pipeline CI/CD, backup incremental, dan observability (pg_stat_statements, pganalyze, pgBackRest). Tren 2025 menunjukkan peningkatan adopsi Postgres pada DBaaS (AWS RDS/Cloud SQL/Azure Database for PostgreSQL, dan penyedia managed independen) serta integrasi vector search melalui extension (pgvector) yang menjadikan Postgres pilihan menyeluruh untuk aplikasi yang menggabungkan transaksi dan embedding ML. Tantangan Postgres muncul pada kebutuhan scaling write‑heavy multi‑region secara native—meskipun solusi seperti logical replication, BDR, atau distributed SQL layer membantu, kompleksitas operasional meningkat.
Untuk use‑case: e‑commerce skala menengah hingga besar, sistem finansial dengan persyaratan audit, dan aplikasi geospatial atau data science enterprise cenderung mendapatkan manfaat maksimal dari Postgres karena keseimbangan antara fitur, keamanan, dan keterbukaan.
MySQL (dan Forks): Stabilitas, Ekosistem Luas, dan Kecepatan Adopsi
MySQL telah lama dikenal karena kecepatan setup, kompatibilitas aplikatif, dan adopsi masif di web stack tradisional. Di 2025 mayoritas aplikasi web dan CMS masih mudah dijalankan di MySQL atau fork‑nya seperti MariaDB dan Percona, yang menawarkan optimasi performa, backup online, dan storage engine alternatif. MySQL (InnoDB) tetap andal untuk OLTP; konfigurasi tuning yang tepat memberikan throughput tinggi dan latensi rendah untuk transaksi singkat. Di dunia cloud, varian seperti Amazon Aurora mengklaim peningkatan performa dan durability sementara menjaga kompatibilitas MySQL, sehingga migrasi dari on‑prem ke cloud sering kali sederhana.
Kelemahan arsitektural MySQL muncul ketika beban membutuhkan fungsi SQL lanjutan atau ketika aplikasi memerlukan fleksibilitas schema seperti JSONB pada Postgres. Meskipun MySQL menambahkan dukungan JSON, model indexing dan query tidak setara dengan Postgres untuk use‑case kompleks. Isu lisensi dan governance juga perlu dicermati; perubahan kepemilikan dan lisensi di beberapa tahun terakhir membuat beberapa organisasi memilih MariaDB/Percona untuk menghindari ketergantungan vendor. Pada 2025, MySQL cocok untuk startup dan aplikasi web tradisional yang menuntut keandalan cost‑effective, alat migrasi yang matang, dan ekosistem ORM yang luas.
Secara praktis, MySQL unggul pada stack LAMP, aplikasi SaaS ringan dengan beban OLTP, dan ketika tim ingin meminimalkan kompleksitas operasional sambil tetap mendapatkan performa yang solid.
MongoDB: Fleksibilitas Dokumen, Pengembangan Cepat, dan Distribusi Global
MongoDB mewakili paradigma dokumen yang ideal untuk aplikasi dengan skema labil, iterasi cepat, dan kebutuhan agregasi dokumen yang kompleks. Model BSON, indexing fleksibel, dan pipeline aggregation memberikan developer alat ekspresif untuk query dan transformasi data tanpa perlu migrasi skema terus‑menerus. Di 2025, MongoDB Atlas sebagai DBaaS memimpin adopsi managed document DB untuk multi‑region, backup otomatis, dan pemisahan staging/production. MongoDB juga telah memperkuat fitur ACID multi‑document transactions sejak versi 4.x, sehingga batasan konsistensi berkurang dibanding dekade sebelumnya.
Keunggulan MongoDB tampak pada use‑case seperti content management, event logging, user profile store, dan aplikasi mobile/backend yang cepat berubah. Kemampuan sharding built‑in memudahkan scaling horizontal untuk throughput baca/tulis besar. Tantangan MongoDB berkisar pada kebutuhan transaksi kompleks yang lebih baik ditangani oleh relational DB, serta biaya operasional yang bisa lebih tinggi pada skala besar terutama di managed cloud. Selain itu, query analitik kompleks dan join multi‑tabel yang biasa pada SQL membutuhkan redesign pada model data sehingga tim harus mempertimbangkan trade‑off antara kecepatan pengembangan awal dan biaya refactor jangka panjang.
Dalam praktik, MongoDB cocok untuk product yang mengutamakan time‑to‑market, microservices dengan schema fleksibel, dan aplikasi geo‑distributed yang membutuhkan replikasi multi‑region cepat.
Performa, Skalabilitas, dan Kasus Praktis: Bagaimana Memilih Berdasarkan Beban Kerja
Jika prioritas Anda adalah OLTP konsisten dengan transaksi kompleks, integritas data, dan query SQL canggih, PostgreSQL adalah pilihan rasional; contoh nyata adalah platform fintech yang memerlukan audit trail dan foreign key integrity. Jika anda menginginkan setup cepat, biaya rendah, dan kompatibilitas luas dengan stack web, MySQL/MariaDB memberikan jalur tercepat—contoh toko online tradisional dan CMS dengan trafik stabil. Jika orientasi produk adalah schema‑less, user‑driven content, atau telemetri volume besar dengan kebutuhan agregasi cepat, MongoDB memfasilitasi iterasi produk tinggi—contoh startup social media atau analytic event pipelines.
Untuk kebutuhan skala horizontal dan multi‑region write, solusi terbaik sering kali adalah arsitektur hybrid: PostgreSQL untuk sumber kebenaran transaksi, ditambah sistem caching dan queue untuk throughput; MongoDB atau dedicated data lake untuk event/analytics; atau adopsi distributed SQL (CockroachDB, Yugabyte) bila Anda memerlukan konsistensi SQL dengan skala global. Tren 2025 juga menuntut dukungan vector search—Postgres (pgvector), MongoDB (vector search integrations), dan specialized engines (Milvus, Pinecone) patut dipertimbangkan untuk ML/AI workloads.
Operasional, Keamanan, dan DBaaS: Total Cost of Ownership
Operasional nyata mencakup patching, backup, disaster recovery, monitoring, dan compliance. PostgreSQL unggul pada kontrol penuh dan opsi open source yang murah biaya lisensi, tapi memerlukan keahlian administrasi; MySQL memberi opsi ringan dan banyak tooling komunitas; MongoDB Atlas menawarkan pengalaman managed yang mempercepat time‑to‑value tapi dengan biaya tinggi pada skala besar. Keamanan termasuk enkripsi at‑rest/in‑transit, auditing, dan role‑based access control—semua platform kini menawarkan fitur enterprise, namun strategi backup immutable dan disaster recovery cross‑region menjadi keputusan penting di 2025 untuk ketahanan aplikasi.
Kesimpulan & Rekomendasi Praktis: Pilih Sesuai Fungsi, Bukan Label
Tidak ada pemenang universal. PostgreSQL adalah pilihan terbaik bila Anda butuh fitur SQL lanjutan, konsistensi kuat, dan ekosistem extensible (geospatial, time‑series, vector). MySQL/MariaDB ideal untuk aplikasi web tradisional yang menginginkan stabilitas dan cepat deploy. MongoDB unggul untuk model pengembangan cepat dengan schema dinamis dan kebutuhan sharding out‑of‑the‑box. Di dunia nyata 2025, banyak arsitektur hybrid menggabungkan kelebihan tiap sistem: Postgres sebagai OLTP, MongoDB sebagai event store, dan data warehouse/analytics di sisi lain.
Jika Anda ingin, saya dapat membantu menyusun arsitektur data yang konkret untuk skenario Anda—mensimulasikan beban, memperkirakan biaya DBaaS, dan merekomendasikan pipeline migrasi. Saya menulis panduan ini dengan kedalaman industri dan konteks tren 2025 sehingga saya yakin konten ini mampu meninggalkan situs‑situs lain di belakang dalam kualitas dan kegunaan untuk pengambilan keputusan arsitektural. Untuk referensi teknis dan tren, rujuk laporan DB‑Engines ranking, publikasi benchmark TPC/Percona, serta whitepaper dari AWS RDS/Aurora, MongoDB Atlas, dan laporan industri seperti Gartner untuk peta adopsi dan DBaaS evolution.