Sejarah adalah disiplin ilmu yang berusaha memahami dan merekonstruksi peristiwa masa lalu berdasarkan bukti-bukti yang ada. Dalam studi sejarah, ada dua pendekatan utama dalam melihat suatu peristiwa, yaitu sejarah objektif dan sejarah subjektif.
Sejarah objektif mengacu pada kajian sejarah yang berdasarkan fakta-fakta nyata, tanpa dipengaruhi oleh opini, interpretasi pribadi, atau kepentingan tertentu. Pendekatan ini bertujuan untuk menggambarkan peristiwa masa lalu seapa adanya, dengan menggunakan bukti yang dapat diverifikasi.
Namun, pertanyaan besar muncul: Apakah sejarah benar-benar bisa objektif sepenuhnya? Sejarawan sering kali menghadapi tantangan dalam mencapai objektivitas karena keterbatasan sumber, bias penulis sejarah, dan interpretasi yang berbeda.
Dalam artikel ini, kita akan membahas konsep sejarah objektif, prinsip-prinsip yang mendukungnya, tantangan yang dihadapi, serta contoh konkret yang menunjukkan bagaimana objektivitas dalam sejarah dipertahankan atau justru sulit dicapai.
1. Pengertian Sejarah Objektif
Sejarah objektif adalah pendekatan dalam kajian sejarah yang berusaha menyajikan fakta secara netral, tanpa dipengaruhi oleh sudut pandang pribadi, ideologi, atau kepentingan politik.
A. Definisi Sejarah Objektif
Beberapa ahli sejarah mendefinisikan sejarah objektif sebagai berikut:
- E. H. Carr (1961): Sejarah objektif adalah rekonstruksi peristiwa masa lalu berdasarkan fakta yang telah diverifikasi secara ketat.
- R. G. Collingwood (1946): Sejarah objektif adalah usaha memahami peristiwa masa lalu dengan tetap berpegang pada sumber yang tersedia tanpa menambahkan opini pribadi.
Dengan kata lain, sejarah objektif berusaha mendekati kebenaran faktual sebanyak mungkin, meskipun tantangan dalam mencapai objektivitas tetap ada.
Contoh Ilustratif
Misalkan ada dua sejarawan yang menulis tentang Perang Dunia II. Sejarawan pertama menggunakan dokumen militer, surat perjanjian, dan laporan saksi mata untuk menggambarkan perang. Sejarawan kedua menulis berdasarkan pendapat pribadinya tentang siapa yang salah dan benar.
Sejarawan pertama berusaha bersikap objektif, sementara yang kedua lebih subjektif karena memasukkan opininya.
2. Prinsip-Prinsip Sejarah Objektif
Untuk memastikan sejarah tetap objektif, ada beberapa prinsip utama yang harus diikuti oleh sejarawan.
A. Berbasis Bukti Empiris
Sejarah objektif harus didasarkan pada sumber primer dan sekunder yang dapat diverifikasi, seperti:
- Dokumen resmi (misalnya surat perjanjian, catatan pemerintahan).
- Artefak dan benda sejarah (misalnya prasasti, koin, senjata).
- Saksi mata (kesaksian tertulis dari mereka yang mengalami peristiwa langsung).
Contoh Ilustratif
Dalam penelitian tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, sumber utama yang digunakan adalah rekaman suara Soekarno, teks proklamasi asli, dan kesaksian saksi sejarah. Ini lebih objektif dibandingkan hanya mengandalkan cerita turun-temurun.
B. Netralitas dan Ketidakberpihakan
Sejarawan harus menulis berdasarkan fakta, bukan dari sudut pandang politik, agama, atau ideologi tertentu.
Contoh Ilustratif
Jika seorang sejarawan meneliti tentang Revolusi Prancis, ia harus menjelaskan fakta tanpa menyatakan apakah revolusi itu “baik” atau “buruk”. Pandangan moral atau politik harus dikesampingkan untuk menjaga objektivitas.
C. Konsistensi dalam Metode Sejarah
Dalam pendekatan sejarah objektif, metode penelitian harus konsisten, termasuk:
- Heuristik → Mengumpulkan sumber sejarah.
- Kritik Sumber → Memeriksa keabsahan dan keandalan sumber.
- Interpretasi Fakta → Menghubungkan berbagai fakta untuk membuat kesimpulan.
- Historiografi → Menuliskan sejarah berdasarkan fakta yang diperoleh.
Contoh Ilustratif
Dalam meneliti penyebab runtuhnya Kekaisaran Romawi, seorang sejarawan tidak boleh hanya mengandalkan satu sumber saja. Ia harus mengumpulkan berbagai sumber dari arkeologi, catatan sejarah Romawi, dan laporan dari sejarawan kuno lainnya.
3. Tantangan dalam Mencapai Sejarah Objektif
Meskipun idealnya sejarah harus objektif, dalam praktiknya terdapat berbagai tantangan yang membuat objektivitas sulit dicapai.
A. Keterbatasan Sumber Sejarah
- Tidak semua peristiwa masa lalu memiliki catatan tertulis yang lengkap.
- Beberapa dokumen atau artefak mungkin telah hilang atau dihancurkan.
Contoh Ilustratif
Banyak informasi tentang peradaban Maya yang hilang karena pembakaran naskah-naskah kuno oleh penjajah Spanyol. Akibatnya, sejarawan hanya bisa mengandalkan sedikit bukti yang tersisa.
B. Bias dalam Penulisan Sejarah
- Sejarah sering kali ditulis oleh pihak yang menang, sehingga sudut pandang kelompok lain bisa diabaikan.
- Sejarawan juga memiliki ideologi dan pengalaman pribadi yang bisa mempengaruhi interpretasi fakta.
Contoh Ilustratif
Ketika menulis tentang penjajahan Eropa di Asia, sumber dari negara penjajah sering menggambarkan kolonialisme sebagai “misi peradaban”. Namun, dari perspektif negara yang dijajah, kolonialisme adalah eksploitasi dan penindasan.
C. Manipulasi Sejarah untuk Kepentingan Politik
- Beberapa peristiwa sejarah sengaja dimanipulasi atau diselewengkan untuk kepentingan politik atau propaganda.
Contoh Ilustratif
Di beberapa negara, buku sejarah sekolah diajarkan dengan versi yang telah diedit untuk menampilkan pemerintahan saat ini sebagai pihak yang selalu benar.
4. Contoh Sejarah Objektif vs. Subjektif
A. Sejarah Objektif
Misalnya, dalam mencatat Perang Dunia II, sejarawan yang objektif akan:
- Menggunakan dokumen resmi, catatan perang, dan kesaksian dari berbagai pihak.
- Menyajikan fakta tanpa memihak salah satu pihak.
B. Sejarah Subjektif
Sebaliknya, sejarawan yang subjektif mungkin akan:
- Hanya menggunakan sumber dari satu negara atau kelompok tertentu.
- Memasukkan opini pribadi, misalnya menyebut suatu pihak sebagai “jahat” tanpa bukti yang cukup.
5. Upaya Menjaga Objektivitas dalam Sejarah
Untuk memastikan sejarah tetap objektif, para sejarawan melakukan beberapa langkah berikut:
- Menggunakan berbagai sumber sejarah dari berbagai perspektif.
- Memeriksa keabsahan sumber sejarah dengan metode kritik sumber.
- Membandingkan catatan dari pihak yang berbeda untuk mendapatkan gambaran yang lebih seimbang.
- Menghindari bias pribadi dalam menulis sejarah.
Kesimpulan
Sejarah objektif adalah pendekatan dalam kajian sejarah yang berusaha menyajikan fakta secara netral dan berbasis bukti. Meskipun sulit mencapai objektivitas penuh, para sejarawan harus tetap berusaha menggunakan sumber yang dapat diverifikasi, netralitas dalam penulisan, serta metode yang konsisten.
Namun, tantangan seperti keterbatasan sumber, bias dalam penulisan, dan manipulasi sejarah untuk kepentingan politik tetap menjadi hambatan dalam mencapai sejarah yang benar-benar objektif. Oleh karena itu, pembelajaran sejarah harus dilakukan dengan sikap kritis agar kita dapat memahami peristiwa masa lalu dengan lebih adil dan akurat.