Kelebihan dan Kekurangan Saham

Telusuri kelebihan dan kekurangan saham sebagai instrumen investasi, lengkap dengan contoh nyata dari dunia pasar modal untuk membantu pemahaman tentang peluang dan risikonya.

Saham adalah surat berharga yang menyatakan kepemilikan seseorang atau badan atas suatu perusahaan. Saat seseorang membeli saham, mereka menjadi pemilik sebagian dari perusahaan tersebut dan berhak atas bagian dari laba serta aset perusahaan, tergantung jenis saham yang dimiliki.

Sebagai instrumen investasi, saham menawarkan potensi keuntungan yang menarik namun juga membawa risiko tinggi. Oleh karena itu, penting bagi investor memahami kelebihan dan kekurangan saham sebelum menanamkan dana mereka di pasar modal.

Kelebihan: Potensi Keuntungan yang Tinggi

Salah satu daya tarik utama saham adalah potensi keuntungan yang tinggi melalui dua cara utama: capital gain (kenaikan harga saham) dan dividen (bagian laba perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham).

Sebagai ilustrasi, seseorang yang membeli saham PT Telkom Indonesia (TLKM) saat harganya Rp2.500 per lembar dan menjualnya satu tahun kemudian saat harga mencapai Rp3.200 akan memperoleh capital gain sebesar Rp700 per lembar. Jika ia memiliki 1.000 lembar, berarti ia mendapatkan Rp700.000 dari kenaikan harga tersebut.

Selain itu, jika perusahaan membagikan dividen tahunan sebesar Rp150 per lembar, investor juga memperoleh pendapatan tambahan Rp150.000 dari dividen. Ini menunjukkan bagaimana dua sumber keuntungan bisa dinikmati secara bersamaan oleh pemegang saham.

Namun, penting dicatat bahwa keuntungan tidak dijamin. Harga saham bisa naik dan turun tergantung kondisi pasar, kinerja perusahaan, hingga sentimen global.

Kelebihan: Kepemilikan dan Hak Suara

Membeli saham tidak hanya soal keuntungan finansial, tetapi juga memberikan hak kepemilikan dalam perusahaan. Pemegang saham biasa (common stock) berhak mengikuti Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan memberikan suara dalam keputusan penting perusahaan, seperti pengangkatan direksi atau pembagian dividen.

Contohnya, dalam kasus perusahaan startup yang berkembang pesat dan melakukan penawaran umum perdana (IPO), para investor awal bisa memperoleh suara signifikan dalam arah strategis perusahaan. Mereka tidak hanya menanamkan modal, tetapi juga terlibat dalam pengambilan keputusan bisnis.

Meskipun satu investor ritel dengan sedikit saham tidak memiliki pengaruh besar secara individual, hak suara tetap mencerminkan bahwa investor adalah bagian dari struktur kepemilikan dan memiliki posisi hukum dalam perusahaan.

Kelebihan: Likuiditas Tinggi dan Akses Mudah

Pasar saham, terutama bursa besar seperti Bursa Efek Indonesia (BEI), menyediakan platform yang likuid dan transparan, memungkinkan investor menjual saham mereka kapan pun selama jam perdagangan. Ini memberikan fleksibilitas yang tidak dimiliki oleh banyak instrumen investasi lainnya.

Sebagai contoh, seseorang yang membutuhkan dana mendadak bisa menjual sebagian portofolionya dan mencairkan uang dalam waktu singkat. Dengan perkembangan teknologi, kini investor bahkan bisa membeli dan menjual saham lewat aplikasi mobile seperti Ajaib, Bibit, atau Stockbit, hanya dalam beberapa klik.

Fitur ini membuat saham sangat cocok bagi generasi muda dan pekerja urban yang ingin berinvestasi dengan fleksibilitas tinggi dan modal terjangkau.

Kekurangan: Risiko Volatilitas yang Tinggi

Saham memiliki risiko volatilitas tinggi, artinya harga bisa berubah secara drastis dalam waktu singkat karena berbagai faktor, mulai dari laporan keuangan, perubahan kebijakan pemerintah, isu geopolitik, hingga rumor pasar.

Contoh nyata terjadi saat pandemi COVID-19 merebak awal tahun 2020. Banyak saham anjlok hingga 30–50% hanya dalam beberapa minggu. Saham sektor pariwisata, penerbangan, dan energi terpukul keras. Investor yang tidak siap secara mental atau finansial bisa mengalami kerugian besar dalam waktu singkat.

Saham juga bisa bergerak secara irasional karena spekulasi, seperti yang terjadi dalam kasus saham GME (GameStop) di AS, di mana harga meroket akibat gerakan komunitas Reddit, meskipun kinerja perusahaan secara fundamental tidak mendukung kenaikan tersebut.

Ini menunjukkan bahwa emosi pasar sering kali mengalahkan logika, dan investor harus siap menghadapi risiko tersebut.

Kekurangan: Ketidakpastian Pendapatan

Berbeda dari deposito atau obligasi yang memberikan bunga tetap, saham tidak menjamin pendapatan pasti. Perusahaan tidak wajib membagikan dividen, bahkan saat memperoleh keuntungan, jika direksi memutuskan untuk menahan laba demi ekspansi usaha.

Misalnya, banyak perusahaan teknologi seperti Gojek (melalui GoTo) memilih tidak membagikan dividen selama bertahun-tahun setelah IPO, karena fokus mereka adalah pertumbuhan dan inovasi. Investor hanya bisa berharap pada kenaikan harga saham di masa depan—yang juga tidak pasti.

Hal ini membuat saham kurang cocok bagi investor yang mencari pendapatan rutin atau stabil, seperti pensiunan atau individu dengan kebutuhan kas reguler.

Kekurangan: Butuh Pengetahuan dan Waktu

Investasi saham membutuhkan pengetahuan, analisis, dan waktu pemantauan. Tanpa pemahaman yang cukup tentang laporan keuangan, rasio valuasi, tren industri, dan dinamika ekonomi makro, investor mudah terbawa arus spekulasi dan pengaruh sosial.

Contohnya, banyak investor pemula membeli saham karena ikut-ikutan tren di media sosial atau forum diskusi, tanpa memahami kondisi fundamental perusahaan. Ketika harga anjlok, mereka panik dan menjual dalam kondisi rugi.

Selain itu, mengikuti perkembangan pasar, membaca laporan keuangan, dan menilai potensi bisnis memerlukan waktu dan dedikasi. Tanpa itu, risiko kerugian lebih tinggi dibandingkan investor yang siap dan disiplin.

 

Perbedaan Utama Antara Saham dan Obligasi

1. Kepemilikan vs. Pinjaman

  • Saham: Membeli saham berarti membeli kepemilikan di perusahaan. Pemegang saham memiliki hak kepemilikan atas sebagian aset dan keuntungan perusahaan. Dalam hal ini, semakin banyak saham yang dimiliki, semakin besar pula bagian kepemilikan dan hak suara dalam perusahaan.
  • Obligasi: Membeli obligasi berarti Anda meminjamkan uang kepada penerbit obligasi, baik itu pemerintah, perusahaan, atau entitas lainnya. Pemegang obligasi tidak memiliki kepemilikan atas perusahaan atau entitas penerbit obligasi. Sebaliknya, mereka hanya berhak atas pembayaran bunga dan pengembalian pokok utang pada saat jatuh tempo.

2. Risiko dan Imbal Hasil

  • Saham: Saham memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan obligasi karena nilai saham bisa berfluktuasi tergantung pada kinerja perusahaan dan kondisi pasar. Jika perusahaan berkinerja baik, harga saham dapat naik dan memberikan keuntungan modal kepada pemegang saham. Namun, jika perusahaan mengalami kerugian, harga saham bisa turun, dan investor mungkin kehilangan sebagian besar atau seluruh investasinya. Selain itu, pemegang saham umumnya hanya menerima dividen jika perusahaan memutuskan untuk membagikan keuntungan.
  • Obligasi: Obligasi umumnya dianggap lebih aman daripada saham, terutama jika diterbitkan oleh pemerintah atau perusahaan dengan kredit yang baik. Namun, obligasi juga memiliki risiko, seperti risiko gagal bayar (ketika penerbit obligasi tidak mampu membayar bunga atau pokok), terutama jika obligasi tersebut diterbitkan oleh perusahaan dengan kondisi keuangan yang kurang stabil. Imbal hasil dari obligasi biasanya lebih rendah daripada saham, tetapi lebih stabil karena bunga dibayarkan secara tetap.

3. Hak Pemegang

  • Saham: Pemegang saham memiliki hak suara dalam pengambilan keputusan perusahaan, biasanya dalam rapat umum pemegang saham. Mereka juga berhak menerima bagian dari keuntungan perusahaan dalam bentuk dividen, meskipun tidak semua perusahaan membagikan dividen.
  • Obligasi: Pemegang obligasi tidak memiliki hak suara atau hak kepemilikan di perusahaan. Mereka hanya memiliki hak untuk menerima pembayaran bunga yang telah disepakati dan pengembalian pokok utang ketika obligasi jatuh tempo. Obligasi juga memiliki prioritas lebih tinggi dalam hal likuidasi aset perusahaan dibandingkan saham. Ini berarti jika perusahaan bangkrut, pemegang obligasi akan dibayar terlebih dahulu sebelum pemegang saham.

4. Dividen vs. Bunga (Kupon)

  • Saham: Dividen dibayarkan kepada pemegang saham tergantung pada keuntungan perusahaan dan keputusan manajemen. Dividen bisa berupa dividen tunai atau dividen saham. Namun, perusahaan tidak diwajibkan membayar dividen, dan banyak perusahaan yang memilih untuk menahan keuntungan untuk mendanai pertumbuhan mereka.
  • Obligasi: Obligasi membayar bunga tetap yang disebut kupon, yang dibayarkan pada jadwal yang telah ditetapkan, seperti setiap enam bulan atau satu tahun sekali. Pembayaran bunga ini biasanya tetap dan tidak bergantung pada kinerja keuangan penerbit obligasi.

5. Potensi Keuntungan

  • Saham: Potensi keuntungan dari saham bisa sangat besar, terutama jika perusahaan mengalami pertumbuhan yang pesat. Investor bisa mendapatkan capital gain dari kenaikan harga saham serta dividen dari keuntungan perusahaan. Namun, saham juga bisa menyebabkan kerugian besar jika harga saham turun drastis atau perusahaan mengalami kerugian.
  • Obligasi: Potensi keuntungan dari obligasi lebih terbatas, terutama karena imbal hasil obligasi biasanya sudah ditentukan di awal. Imbal hasil berasal dari bunga yang dibayarkan oleh penerbit obligasi dan pengembalian nilai pokok ketika obligasi jatuh tempo. Obligasi juga memiliki potensi capital gain jika dijual sebelum jatuh tempo ketika suku bunga pasar turun, tetapi risiko kerugiannya biasanya lebih kecil dibandingkan saham.

6. Prioritas Pembayaran saat Likuidasi

  • Saham: Pemegang saham adalah pihak terakhir yang menerima pembayaran jika perusahaan bangkrut atau dilikuidasi. Aset perusahaan akan terlebih dahulu digunakan untuk membayar kreditor, termasuk pemegang obligasi. Hanya setelah semua kreditor dibayar, sisa aset (jika ada) akan dibagikan kepada pemegang saham.
  • Obligasi: Pemegang obligasi memiliki prioritas lebih tinggi dalam pembayaran saat likuidasi dibandingkan pemegang saham. Mereka dianggap sebagai kreditor, sehingga harus dibayar sebelum pemegang saham menerima bagian dari aset yang tersisa.

7. Jangka Waktu Investasi

  • Saham: Saham tidak memiliki jangka waktu tetap. Pemegang saham dapat menjual saham kapan saja di pasar terbuka, asalkan ada pembeli yang tertarik. Oleh karena itu, saham cocok untuk investasi jangka panjang maupun jangka pendek, tergantung strategi investor.
  • Obligasi: Obligasi memiliki tanggal jatuh tempo yang sudah ditetapkan di awal. Jangka waktu obligasi bisa bervariasi, mulai dari beberapa bulan hingga 30 tahun atau lebih. Setelah obligasi mencapai jatuh tempo, penerbit harus mengembalikan nilai pokok kepada pemegang obligasi. Obligasi biasanya lebih cocok untuk investor yang mencari pendapatan tetap dan keamanan modal dalam jangka waktu tertentu.